Laman

Jumat, 31 Mei 2013

Pendidikan IPS di Indonesia dan Perkembangannya

KONSEP PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA
Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran social studies di Amerika Serikat yang kita anggap sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidag itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis antara lain diplubikasikan oleh NCSS sejak pertemuan organisasi tersebut untuk pertama kalinya tanggal 28-30 November 1935 sampai sekarang.
Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat sukar karena dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga profesional bidang pendidikan IPS setua dan sekuat pengaruh NCSS. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana Pendidiksn IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan poduktifitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan konumikasi antar anggota secara insidental. Kedua, perkembangan kurikulum dam pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (PUSKUR). Pengaruh akademis dari komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi sangat jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task Force-nya NCSS, atau SSEC di Amreika.
            Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS daam dunia persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah adan penelitian yang relevan di bidang itu. Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang kurikulum tersebut.
Dilihat dari perkembangan permikiran yang berkembang di Indonesia sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua arah, yakni : Pertama, PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhaan dari ilmu-ilmu sosial, dan humaniora, yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan pesekolahan; dan kedua, PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yag pada daarnya merupakan penyeleksian dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psiko-pedagogis dari limu-ilmu sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan, untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS. PIPS merupakan salah satu konten dalam PDIPS.
PIPS untuk dunia persekolahan terpilah menjadi dua versi atau tradisi akademik pedagogis yakni : pertama, PIPS dalam tradisi “citizenship transmission”  dalam bentuk mata pelajran pendidikan Pancasiala dan Kewarganegaraan dan Sejarah Indonesia; dan kedua PIPS dalam tradisi “social science”  dalam bentuk mata pelajaran IPS Terpadu untuk SD, dan mata pelajaran IPS Terkonfederasi untuk SLTP, dan IPS terpisah-pisah untuk SMU. Kedua tradisi PIPS tersebut terikat oleh suatu visi pengembangan manusia indonesia seutuhnya sebagaimana digariskan dalam GBHN dan UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam konteks perkembangan pendidikan “social studies” di Amerika atau “Pendidikan IPS” di Indonesia konsep dan praksis pendidikan demokrasi yang dikemas sebagai “citizenship education” atau “Pendidikan Kewarganegaraan” berkedudukan sebagai salah satu dimensi dari tujuan, konten dan proses social studies atau “pendidikan IPS”, atau dapat juga dikatakan bahwa pendidikan demokrasi merupakan salah satu subsistem dalam sistem pembelajaran “social studies”  atau “Pendidikan IPS”.
Sistem pendidikan di Indonesia terdapat 3 jenis program pendidikan sosial yaitu ilmu-ilmu Sosial (IIS), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) dan Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS). IIS dikelola dan dibina di fakultas-fakultas keilmuan sosial dan humaniora murni, PIPS merupakan program pendidikan sosial pada jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah sedangkan PDIPS merupakan program pendidikan guru IPS yang dikelola dan dibina di Fakultas Pendidikan IPS (Sosial).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghasilkan guru IPS dan PPKN yang pada dasarnya menguasai konsep-konsep esensial ilmu-ilmu sosial dan materi disiplin ilmu lainnya dan mampu membelajarkan peserta didiknya secara bermakna. Oleh karena itu, dalam program pendidikan ini dituntut untuk mempelajari 3 kelompok program kurikuler yaitu kelompok mata keilmuan sosial dalam rangka pembelajaran IPS, teknologi pembelajarna IPS dan kurikulum serta pembelajaran IPS persekolahan. Konten dari ketiga kelompok mata kuliah ini perlu dilihat secara konseptual sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu dalam rangka perkembangan kemampuan kepribadian, dan kewenangan guru IPS dan PPKN.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Numan Soemantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya








TUGAS IPS 1


NAMA : ALFISKA OKTAYATI
NIM : 06 316 1111 046
KELAS : PGSD 1 B



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2012