KONSEP DASAR ANTROPOLOGI
Antropologi berasal dari bahasa
Yunani, Antropologi terdiri dari 2 suku kata yaitu Anthropos dan Logos. Anthropos berarti manusia dan Logos berarti ilmu, jadi secara
etimologi Antopologi berarti ilmu yang mempelajari mengenai manusia.
Tujuan
mempelajari Antroplogi adalah:
·
Agar dapat mendefinisikan kebudayaan.
·
Memberikan contoh wujud kebudayaan.
·
Menjelaskan unsure-unsur kebudayaan.
·
Menjelaskan budaya Indonesia yang
majemuk.
·
Menjelaskan upaya-upaya pelestarian
kebudayaan asli Indonesia.
A.
Definisi
Kebudayaan
Apabila
kita bertanya apakah yang membedakan manusia dengan hewan atau binatang secara
fundamental maka jawabannya adalah manusia
mampu berbudaya, sedangkan hewan tidak. Apa yang dimaksud dengan
kebudayaan? Ahli Antropologi yang mengkaji tentang kebudayaan itu dan mencoba
menerangkannya atau setidak-setidaknya telah menyusun definisinya. Sebelum kita
mengemukakan beberapa definisi atau pengertian yang disampaikan oleh para ahli,
kita harus mengetahui asal-usul kata kebudayaan tersebut. Dilihat dari
asal-usul kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Budhi
yang berarti akal/ide dan Daya yang
berarti usaha/bentuk.
Diantara
para ahli tersebut ada dua sarjana Antropologi, yaitu A.L Kroeber dan C.
Kluckhohn yang mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin definisi kebudayaan. Dari
hasil penyelidikannya diterbitkan diterbitkan sebuah buku yang bernama Culture, A Critical Review of Concept and
Definition, menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhohn definisi kebudayaan
dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe yaitu kebudayaan sebagai tingkah
laku yang dipelajari sampai ke tradisi-tradisi, alat-alat untuk memecahkan
masalah, produk atau artefak, ide-ide simbol.
Adapun
ahli Anropologi yang pertama-tama merumuskan definisi kebudayaan adalah:
E.
B. Taylor (1874), yang menulis dalam bukunya “Primitive Culture”, yaitu:
”Kebudayaan itu adalah
keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
R.
Linton dalam bukunya “The
Culture Background of Personality” (1947), menyatakan bahwa kebudayaan
adalah:
“Konfigurasi tingkah
laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsure pembentukannya didukung
dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu”.
Koentjaraningrat
(1990), menyatakan bahwa kebudayaan adalah:
”Keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1967), menyatakan bahwa
kebudayaan adalah:
“Semua hasil karya,
rasa dan cipta masyarakat”.
Soekmono
dalam bukunya “Pengantar Sejarah Kebudayaan 1” (1973), mengatakan bahwa
kebudayaan adalah:
“Segala cipta manusia
dalam usahanya merubah dan memberi bentuk dan susunan baru terhadap pemberian
Tuhan sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya”.
Parsudi
Suparlan (1981), mengatakan bahwa kebudayaan:
“Merupakan keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai mahluk social yang dimanipulasikan untuk
menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi dan untuk menciptakan
serta mendorong terciptanya kelakuan”.
Suhandi
(1994), memiliki cirri-ciri umum yaitu:
·
Kebudayaan dipelajari.
·
Kebudayaan diwariskan atau diteruskan.
·
Kebudayaan hidup dalam masyarakat.
·
Kebudayaan dikembangkan dan berubah.
·
Kebudayaan itu terintegrasi.
Sifat hakikat dari kebudayaan ini
menurut Willams dan Soekanto (1986),
sebagai berikut:
1. Kebudayaan
terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia.
2. Kebudayaan
telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan
diperlukan ileh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4. Kebudayaan
mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan
yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan diizinkan.
Kebudayaan ini dapat berwujud idea
atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial maupun wujud
kebendaan. Koentjaraningrat (1990 :
186-187), melakukan pembagian wujud kebudayaan sebagai berikut:
1. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan. Wujud kebudayaan
ini bersifat abstrak, tidak dapat diraba. Lokasinya ada didalam kepala,
atau dengan perkataan lain ada dalam alam pikiran dari manusia dimana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Para Ahli Antropologi menyebutkan
sistem ini sistem atau “Cultural System”.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut adat
atau adat istiadat untuk bentuk
jamaknya.
2. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan dari kelompok
manusia. Wujud kedua dari kebudayaan
sering disebut sistem sosial, sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul sama yang lain, yang dari detik ke detik, dari hari ke hari dan tahun
ke tahun selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. System Sosial itu bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari,
bias diobservasi, difoto dan di dokumentasi.
3. Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Oleh karena
itu merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan
karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya paling konkret, dan berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.
B.
Unsur-Unsur
Kebudayaan
Menurut C. Kluckhohn yang dikutip
Koentjaraningrat (1990: 203-204), terdapat 7 unsur Kebudayaan:
1.
Bahasa.
Kemampuan berbahsa
adalah cirri khas dari mahluk yang namanya manusia. Kebutuhan-kebutuhan akan
kemampuan berbahasa sejalan dengan kebutuhan akan interaksi sosial. Interaksi
sosial disini tidak hanya interaksi antar individu dalam kelompok, tetapi juga
dalam kelompok lain. Oleh karena itu, bahasa alat komunikasi yang mempunyai
kaitan erat dengan proses perubahan masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa
yang mendukung kebudayaan daerahnya masing-masing, serta bahasa daerah
masing-masing, menunjukkan keaneka ragaman, namun juga menunjukkan kebudayaan
kekayaan budaya dan bahasa bangsa Indonesia.
Bahasa dibedakan atas
berikut ini:
a. Bahasa
isyarat, misalnya bunyi keuntungan, gerakan tangan, anggukan atau gelengan
kepala dan isyarat lainnya yang diterima berdasarkan kesepakatan suatu
masyarakat.
b. Bahasa
lisan yang diucapkan oleh mulut.
c. Bahasa
tulisan melalui buku, gambar, surat dan koran.
2.
Sistem Pengetahuan.
Sistem Pengetahuan merupakan
salah satu unsur kebudayaan universal yang dpat ditemukan dalam semua
kebudayaan dari semua bangsa yang ada dimuka bumi ini. Sistem Pengetahuan itu
mencakup semua pengetahuan yang dimiliki anggota suatu masyarakat tentang alam,
tumbuhan, binatang, ruang dan waktu, suku bangsa atau bangsa yang bersangkutan.
Sistem pengetahuan itu
timbul akibat kebutuhan-kebutuhan praktis dan berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang diperoleh manusia didalam kehidupan sehari-hari, serta digunakan oleh
manusia untuk keperluan praktis seperti untuk bercocok tanam, berburu, berlayar
dan lain-lain. System pengetahuan biasanya erat kaitannya dengan seluruh
aktivitas manusia dalam kehidupannya.
3.
Organisasi
Sosial.
Dalam tiap masyarakat,
kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat istiadat dan
aturan-aturan mengenai berbagai kesatuan didalam lingkungan dimana ia hidup dan
bergaul. Kesatuan social yang paling dekat dan mesra adalah kesatuan
kerabatnya, yaitu keluarga inti (nuclear family).
Keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat sebagai satu kesatuan. Dalam system social terdapat
pengaturan tentang perkawinan, tempat tinggal dan system kekerabatan keluarga
mengatur jaringan social antara individu berdasarkan perkawinan (affinity) dan hubungan berdasarkan
keturunan darah (consanguity)
perkawinan akan menghasilkan keluarga inti (nuclear
family). Pada setiap masyarakat mempunyai aturan tentang dengan siapa
anggotanya boleh dan tidak boleh melangsungkan perkawinan. Ada dua macam
perkawinan yaitu endogamy dan eksogami, Endogami adalah kebiasaan
masyarakat yang mengharuskan anggotanya kawin dengan yang masih kerabatnya
sendiri atau kelompoknya.. Eksogami
adalah kebiasaan masyarakat yang
mengharuskan anggotanya kawin dengan orang yang berasal dari luar kerabatnya
atau luar kelompoknya.
Dalam ketentuan
endogami biasanya dihindari terjadinya suatu perkawinan antar anggota kerabat
yang sangat dekat hubungan atau pertalian darahnya. Sebab kalau tidak, dapat
menimbulkan perkawinan incest atau tabu incest. Dalam ketentuan endogami
pada beberapa suku bangsa membolehkan perkawinan sepupu bersilang atau cross cousin, dan pekawinan sepupu
sejajar atau parallel cousin akan
tetapi, ada beberapa suku menghendaki perkawinan antara sepupu bersilang dan
melarang perkawinan sepupu sejajar.
Bagan
Perkawinan Sepupu Silang (cross cousin)
Bagan
Perkawinan Sepupu Sejajar (Paralel Cousin)
Atau
Keterangan:
= Laki-laki. = Garis keturunan = Garis perkawinan.
= Perempuan. = Garis
kekerabatan (saudara kandung).
Keluarga
luas (extended family) adalah
gabungan dari dua keluarga inti atau lebih. Berarti ada penambahan anggota
keluarga orang lain, misalnya anak yang sudah menikah, tetapi masih tinggal
dengan orang tuanya. Beberapa masyarakat ada yang memperbolehkan anggotanya
melakukan perkawinan ganda atau poligami.
Poligami
adalah mempunyai istri atau suami yang lebih dari satu. Poligami akan membentuk
dua keluarga inti atau lebih atau tergantung kepada banyaknya istri.
Penelusuran untuk mengetahui kerabat mana yang masih dekat dan kerabat mana
yang jauh serta untuk melangsungkan hak-hak dan kewajiban kelompok kerabat itu
erat hubungannya dengan kebiasaan cara menarik garis keturunan. Cara menarik
garis keturunan tersebut, antara lain berikut ini:
a. Unilineal,
keturunan ditelusuri melalui satu garis keturunan saja, melalui ayah atau ibu.
1) Matrilineal:
Garis keturunan berdasarkan kekerabatan dari Ibu, contoh suku minangkabau.
2) Patrilineal:
Garis keturunan berdasarka kekerabatan dari bapak, contoh suku batak.
b. Bilineal,
garis keturunan ditelusuri dari garis ibu dan ayah secara bersama-sama. Contoh
suku Sunda, Jawa dan Bali.
Sistem
kekerabatan yang bersifat unilineal dan masih dapat ditelusuri ikatan darahnya
oleh individu (ego) disebut lineage.
Sedangkan mereka yang masih menganggap satu garis keturunan, tetapi sudah tidak
dapat ditelusuri lagi disebut marga.
Dalam membahas organisasi social, para antroplog juga banyak menaruh perhatian
terhadap organisasi dan susunan masyarakat komunitas desa dan komunitas kecil.
Hal-hal yang mendapat banyak perhatian adalah pembagian kerja, berbagai
aktivitas kerjasama atau gotong royong hubungan antar sikap dan pengikut,
cara-cara penggantian pimpinan dan masalah wewenang serta kekuasaan pemimpin.
4.
Sistem
Peralatan Hidup dan Teknologi.
Dalam kehidupan, manusia tidak lepas dari
adanya teknologi. Artinya, bahwa teknologi merupakan keseluruhan cara yang
secara rasional mengarah pada cirri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia. Anglin mendefinisikan teknologi sebagai
penerapan ilmu-ilmu perilaku dan alam
serta pengetahuan lain secara bersistem dan untuk memecahkan masalah. Ahli
lain, Kast dan Rosenweig menyatakan
“Technology is the Art of Utilizing
Scientific Knowledge”, sedangkan Iskandar
Alisyahbana (1980:1) merumuskan lebih jelas dan lengkap mengenai teknologi
yaitu “Teknologi ialah cara melakukan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga
seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh,
panca indra dan otak manusia”.
Teknologi
tradisional mengenal paling sedikit delapan macam system peralatan dan unsur
kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia, yaitu: (a) alat-alat produktif, (b)
senjata, (c) wadah, (d) alat-alat menyalakan api, (e) makanan, minuman, bahan
pembangkit gairah dan jamu-jamuan, (f) pakaian dan perhiasan, (g) tempat
berlindung dan (h) alat transportasi.
5.
Sistem
Mata Pencaharian Hidup.
Perhatian
para ahli Antroplogi terhadap berbagai macam system pencaharian atau system
ekonomi pada awalnya hanya terbatas kepada system yang bersifat tradisional,
terutama dalam rangka perhatian mereka terhadap kebudayaan suatu suku bangsa
secara holistik. Berbagai system
tersebut adalah berburu dan meramu, berternak, becocok tanam di lading,
menangkap ikan, dan bercocok tanam menetap dengan irigasi.
Sistem ekonomi dapat dibagi atas
berikut ini:
a. Masyarakat
pemburu dan meramu (food gathering
economics).
Ciri-cirinya hidup
berpindah-pindah tempat, ketergantungan terhadap alam tinggi, hidup dalam
kelompok kecil, peralatan yang diupergunakan sederhana, perbedaan sosial
berdasarkan perbedaan jenis kelamin dan usia, pemilikan barang bersama (communal) dan biasanya bersifat eksogamuos (perkawinan dengan anggota
diluar kelompoknya).
b. Pertanian
berpindah-pindah atau berladang (primitive
farming).
Mereka sudah mengenal pembudi dayaan tumbuhan
walaupun masih mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan, belum mengenal
pupuk atau pemilihan benih, lahan pertanian dipilih dekat sumber air.
c. Pertanian
intensive (Intensive farming).
Hidup menetap (Sidenter),
sudah mempergunakan alat bantu hewan, sudah mengenal pemeliharaan tanaman,
irigasi, usaha peningkatan kesuburan lahan dan pemilihan benih.
d. Industir
(manufacturing).
Industri dicirikan dengan menggunakan mesin-mesin
mulai yang sederhana sampai yang modern.
Alokasi tenaga kerja ada beberapa jenis, diantaranya
adalah:
1. Sukarela.
2. Paksaan
atau perbudakan.
3. Sistem
gajih atau upah melalui perjanjian.
Pendistribusi hasil produksi ada tiga macam, yaitu:
1.
Barter
atau Tukar menukar barang, terdapat pada masyarakat pemburu
dan meramu. Dalam pertukaran ini tidak melihat nilai barang, yang penting
kebutuhan terpenuhi. Dalam antroplogi disebut juga reciprocity, yaitu pemberian yang menharapkan balasan dalam bentuk
barang yang berbeda satu sama lainnya, dalam waktu yang berbeda pula.
2.
Redistribusi,
barang-barang prosuksi dikumpulkan oleh seseorang atau sekelompok orang
berwenang, kemudian dibagikan lagi. Terjadi pada masyarakat yang modern,
seperti pajak.
3.
Sistem
pasar, yaitu proses menjual dan membeli barang di suatu
tempat dengan menggunakan alat tukar yang disebut uang. System pasar ini di
duga mulai timbul pada masyarakat bertani menetap.
Pertukaran jasa timbul dari adanya
keterbatasan manusia untuk memproduksi semua barang yang dibutuhkan. Sejak dikenalnya
pertanian menetap di duga mulai timbul spesialisasi pekerjaan. Pada saat
pertanian menetap, sudah mengenal adanya surplus atau kelebihan produksi. Dalam
proses perdangan juga tidak langsung, tetapi sudah dilakukan oleh orang yang
memiliki keahlian dagang. Transportasi dan komunikasi diperlukan, maka akan
timbul orang-orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut. Pertukaran dan
hubungan antar masyarakat tidak hanya dalam satu tempat, tetapi antar wilayah
dan antar Negara.
6.
Sistem
Religi.
Pada hakekatnya unsure kebudayaan
yang disebut religi adalah amat kompleks, dan berkembang di berbagai tempat di
dunia, yang dimaksud system religi disini adalah system kepercayaan yang timbul
di masyarakat disebabkan oleh adanya suatu kekuatan diluar nalar manusia
tersebut, seperti adanya kekuatan yang menyebabkan meletusnya gunung, gempa dan
lain-lain, yang kesemua fenomena tersebut awalnya diluar nalar manusia.
Sungguhpun demikian, kalau kita
tinjau sebanyak mungkin bentuk religi dari sebanyak mungkin suku bangsa di
dunia maka akan tampak adanya 4 unsur pokok dari religi pada umumnya, ialah:
a. Emosi
keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan
religi.
b. System
kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam ghaib, hidup,
mati, surga, neraka.
c. Sistem
upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan
atas sistem kepercayaan tersebut.
d. Kelompok
keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkosepsikan dan mengaktifkan
religi bserta sistem upacara-upacara keagamaannya.
Para ahli antropologi, terutama
yang berasal dari abad ke-19 dan ke-20, sampai kira-kira menjelang zaman perang
dunia ke-II, dalam hal membicarakan gejala religi sering mengupas berbagai
bentuk macam religi.
Agama, sebagaimana halnya
kebudayaan, terdiri dari pola-pola sistematis dari keyakinan, nilai dan
perilaku yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat (Fedyani, 1992: 2). Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan itu
berbeda. Agama, seperti yang diyakini oleh pendukungnya berasal dari Tuhan,
sedangkan kebudayaan berasal dan sepenuhnya bersandar pada manusia.
Koentjaraningrat
(1992: 230), mendefinisikan bahwa agama adalah suatu sikap hidup yang membuat
orang mampu mengatasi kesulitan sebagai manusia, dengan memberikan jawaban yang
memberikan kepuasan spiritual pada pernyataan mendasar tentang teka-teki alam
semesta dan peranan manusia didalamnya, dengan memberikan ajaran praktis untuk
hidup dialam semesta.
Anthony
F.C. Wallace (Koentjaraningrat, 1987: 68), Mengatakan
bahwa agama merupakan seperangkat upacara yang diberi mitos-mitos, dan
menggerakan kekuatan-kekuatan supranatural dengan tujuan untuk mencapai
sesuatu, atau yang merugikan pada kondisi manusia dan alam.
Moenawir
Cholil (1970: 19), dalam buku yang berjudul “Definisi dan Sendi Agama” berpendapat
bahwa perkataan agama terdiri dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata
“A” yang berarti “tidak” dan “Gama” yang berarti “kocar-kacir, kacau atau
berantakan”.
Endang
Saifudin Ashari (1983: 9), memberikan pengertian
tentang agama, yaitu sebagai berikut:
”Agama, religi, dien (pada umumnya) adalah suatu
system credo (tata keyakinan atau
tata keimanan). Atas adanya suatu yang mutlak diluar manusia dan suatu system
ritus (tata pribadatan manusia) yang dianggapnya mutlak, serta norma (tata
kaidah) yang menyatakan hubungan manusia dengan manusia dengan alam launnya,
sesuai dengan jalan tata keimanan dan tata peribatan termaksud”.
7.
Kesenian.
Kesenian merupakan unsur kebudayaan
universal yang sudah pasti akan didapatkan pada semua kebudayaan, semua bangsa
yang hidup dimuka bumi ini. Baik bangsa yang hidup terpencil, maupun
bangsa-bangsa yang sudah maju. Demikian juga bangsa Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk yang terdiri dari beberapa suku bangsa dan mendukung
kebudayaan yang berbeda-beda itu tampak bahwa setiap suku bangsa itu
mengembangkan bentuk-bentuk dan jenis-jenis kesenian yang beraneka ragam.
Kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan, khususnya dalam kehidupan suku bangsa-suku bangsa di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas kehidupan lainnya, baik kehidupan
spiritual, upacara religi dan adat, maupun aktivitas lainnya, seperti akivitas
bercocok tanam, mendirikan rumah, dan menghormati serta menjamu tamu. Kesenian
sering diartikan sebagai sarana atau alat mencurahkan perasaan keindahan
manusia.
Bagan Kerangka Kesenian menurut Koentjaraningrat.
Seni
rupa : 1. Seni patung.
2. Seni Relif. Seni Tari
3. Seni lukis dangambar.
4. Seni rias.
Seni drama
Seni Suara : 1. Seni vocal.
2. Seni instrumental. Prosa
3. Seni sastra.
Puisi
C.
Perkembangan
Kebudayaan
Kebudayaan adalah semua hasil
pengetahuan dan ciptaan manusia yang diperoleh dari belajar. Aspek kebudayaan
dapat hilang apabila kurang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan
diganti oleh aspek lain yang lebih berdaya guna. Sebaliknya aspeklain dapat
bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia.perbuhan kebudayaan ini
bias disebabkan oleh faktor internal dan eksternal dari masyarakat itu sendiri.
Faktor yang disebabkan oleh internal:
1. Adanya
kejenuhan atau ketidak puasan individu terhadap system nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Adanya
individu yang menyimpang dari system yang berlaku.
3. Adanya
penemuan-penemuan baru (inovasi) yang diterima oleh anggota masyarakat dan
membawa perubahan kebudayaan.
4. Adanya
perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk.
Faktor yang disebabkan oleh eksternal:
1. Bencana
alam: gunung meletus, banjir, gempa dan lain-lain.
2. Peperangan.
3. Kontak
dengan masyarakat lain yang berbeda kebudayaan (pengaruh kebudayaan dari luar).
Penjalaran, penyebaran unsur-unsur
kebudayaan dari satu kelompok ke kelompok lain disebut difusi. Bersamaan dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok
manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan keseluruh
penjuru dunia yang disebut proses difusi.
Salah satu bentuk proses ini adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu
kelompok ke kelompok lain ayau dari satu daerah ke daerah lain yang dibawa oleh
sekelompok manusia yang bermigrasi.
Difusi dapat terjadi apabila:
1. Adanya
kontak atau hubungan yang intensif antara dua kelompok yang berbeda budaya.
2. Tersedianya
sarana komunikasi.
3. Adanya
rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsure baru.
4. Adanya
kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsur baru.
5. Adanya
kesiapan keterampilan untuk menerima unsur baru.
Ada 3 bentuk difusi:
1. Difusi
Ekspansi: suatu proses dimana informasi menjalar melalui suatu sarana seperti
internet, televise dan lain-lain.
2. Difusi
Relokasi: informasi atau materi pindah meninggalkan daerah asal ke daerah baru,
seperti transmigrasi.
3. Difusi
Cascadae: pelajaran melalui tingkatan, dari atas kebawah disebut top down.
Apabila hubungan antara dua
kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya terus-menerus, terjadi saling
toleransi, saling menghargai dan bersifat terbuka antar kedua belah pihak, maka
lambat laun dua kebudayaan itu berbaur, saling menerima dan mengolah kebudayaan
asing itu menjadi kebudayaan sendiri, hal ini disebut Akulturasi.
Akulturasi timbul jika suatu
kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Syarat utama terjadinya
akulturasi adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.
Kebudayaan asing akan relative mudah diterima
apabila:
1. Tidak
adanya hambatan geografis, seperti daerah bergunung relative akan sukar
dijangkau, sehingga kontak dengan masyarakat luar akan sukar.
2. Kebudayaan
yang datang memberikan manfaat lebih besar apabila dibandingkan dengan unsure
kebudayaan baru.
3. Adanya
persamaan dengan unsur kebudayaan lama.
4. Adanya
kesiapan pengetahuan dan keterampilan.
5. Kebudayaan
yang datang bersifat kebendaan.
Asimilasi
timbul
jika ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang
betbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang
lama sehingga kebudayaan tadi masing-masing berubah sifat khasnya dan juga
unsur-unsurnya berubah menjadi unsur-unsur
kebudayaan campuran.
D.
Keaneka
Ragaman Budaya Indonesia
Banyak orang bicara tentang
kebudayaan. Di lain pihak orang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan
cirri-ciri yang nampak pada sekeompok anggota masyarakat tertentu sehingga
dapat dipergunakan untuk membedakan dengan kelompoik masyarakat yang lain. Ada
pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan
yeknologi yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan kebudayaan yang
belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang.
Timbul pertanyaan apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kebudayaan apabila
orang membicarakan tentang kebudayaan Indonesia.
Satu hal yang pasti, kebudayaan
adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan
keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan
kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya.
Faktor lain yang perlu diingat
walaupun setiap masyarakat mengembangkan kebudayaan sebagai perwujudan upaya
menangani kebutuhan hidup sesuai tantangan lingkungan serta keterbatasan
kemampuan masuing-masing, di dunia ini tidak ada kebudayaan yang asli dalam
arti belum terkena pengaruh dari luar. Lebih-lebih setelah kemajuan teknologi
pendukung, seperti teknologi komunikasi dan perhubungan semakin tumbuh dengan
pesatnya. Tukar-menukar dan penyebebaran kebudayaan lewat kekerasan, seperti
perang dan penindasan atas bangsa-bangsa lain bukan hal yang luar biasa.
Unsur kebudayaan lainya adalah
system religi yang memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam memahami
lingkungan semesta dan hubungannya dengan kekuatan gaib. System pengetahuan ini
sangat penting artinya sebagai pedoman dalam menanggapi tantangan yang timbul
dan harus dihadapi dalam proses penyesuaian masyarakat terhadap lingkungan
dalam arti luas.
Sementara Clifford Geertz (1993), mencoba menyederhanakan aneka ragfam
kebudayaan yang berkembang di Indonesia kedalam dua tipe yang berbeda
berdasarkan okosistemnya, yaitu kebudayaan yang berkembang di “Indonesia luar”,
yaitu diluar pulau jawa dan bali. Kebudayaan yang berkembang di “Indonesia
dalam” itu ditandai tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan
telah menggunakan tanah dengan sistem pengairan dan menghasilkan pangan padi
yang ditanam disawah. Hildred Geertz
(1981) menambahkan bahwa kebudayaan tersebut sangat dipengaruhi oleh
Hinduisme, dimana masyarakatnya sangat kuat orientasinya pada status disamping
mengembangkan kesebnian yang sangat tinggi, terutama dipusat-pusat kekuasaan
(keraton) yang sekaligus merupakan pusat peradaban pada masa itu. Selanjutnya,
kebudayaan di pulau jawa mulai mengalami pergeseran terutama sejak masuknya
pengaruh kebudayaan islam dan penjajah Belanda.
Pada hakikatnya, menurut Josellin de Jong, kebudayaan yang
tersebar di Indonesia itu mempunyai landasan, antara lain berikut ini.
1. Bahwa
pada masa lampau masyarakat Indonesia itu terdiri dari beberapa persekutuan
yang berlandasan ikatan kekerabatan yang menganut garis keturunan secara
unilineal, baik melalui keibuan maupun kebapakan.
2. Di
antara persekutuan kekerabatan itu terjalin hubungan kawi secara tetap sehingga
terjelma tata hubungan yang mendudukan kelompok kerabat pemberi pengantin
wanita lebih tinggi daripada kedudukan
kelompok kerabat yang menerima pengantin wanita.
3. Seluruh
kelompok kekerabatan yang ada biasanya terbagi dalam dua puluh masyarakat yang
dikenal dengan istilah antropologis “Moiety” yang satu sama lain ada dalam
hubungan saling bermusuhan maupun dalam berkawan sehingga nampaknya persaingan
yang diatur oleh adat.
4.
Keanggotaan setiap individu
karenanya bersifat gandfa dalam arti bahwa setiap orang bukan hanya menjadi
anggota kelompok kerabat yang unilineal, melainkan juga anggota kesatuan paruh
masyarakat atau moiety.
5.
Pembagian masyarakat dalam dua
paruh masyarakat itu mempengaruhi pengertian masyarakat terhadap isi semesta
kedalam dua kelompok yang seolah-olah saling mengisi dalam arti serba dua yang
dipertentangkan dan sebaliknya juga saling diperlukan adanya.
6.
Akibatnya juga tercermin dalam
sistem penilaian dalam masyarakat yang bersangkutan. Ada pihak baik dan
sebaliknya ada pula pihak yang jahat atau busuk.
7.
Seluruh susunan kemasyarakatan itu
erat dihubungkan dengan sistem kepercayaan masyarakat yang bersangkutan,
terutama yang berkaitan dengan kompleks totemisme yang didominasi dengan
upacara-upacara keagamaam dalam bentuk rangkaian upacara inisiasi dan diperkuat
dengan dongeng-dongeng suci baik yang berupa kesastraanataupun tradisi lisan.
8.
Sifat serba dua juga tercermin
dalam tata susunan dewa-dewa yang menjadi pujaan masyarakat yang bersangkutan.
Walaupun dikenal lebih dari dua dewa, mereka menggolongkan kedalam dua dolongan
dewa yang baik dan dewa yang buruk. Dewa yang tergolong buruk atau busuk
biasanya mempunyai sifat ganda, sebab disatu pihak ia digambarkan sebagai
anggota masyarakat Dewa yang mewakili golongan atas dan yang dipuja.
9.
Tata susunan masyarakat Dewa itu
ternyata mempengaruhi tata susunan kepemimpinan masyarakat dalam kehidupan
politik yang sering kali merupakan pencerminan tentang kepercayaan yang
berpangkal pada kehidupan dewata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar