Taksonomi Bloom
Teori belajar Bloom adalah salah
satu teori aplikatif dalam psikologi belajar kognitif. B. Bloom dalam
Budiningsih (2005) dengan teori taksonomi belajar mengatakan bahwa ‘ada dua
faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik siswa yang
meliputi (kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya, motivasi) dan karakter
pengajaran yang meliputi (guru dan fasilitas belajar).
Secara ringkas, taksonomi belajar
Bloom (S. Sagala, 2007) dibagi menjadi tiga kawasan (domain) yaitu:
1.
Domain
kognitif,
mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enema
macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai
yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintetis, dan penilaian.
2.
Domain
afektif,
mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam menagalami dan menghayati sesuatu
hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu
kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai, dan
karakteristik diri.
3.
Domain
psikomotor,
yaitu kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan
yang terdiri dari gerakan reflex, gerakan dasar, kemampuan perceptual,
kemampuan jasmani, gerakan-gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.
Bloom mengembangkan “Taksonomi”
untuk domain kognitif (Djaali, 2011) Taksonomi adalah metode untuk membuat
urutuan pemikiran dari tahap dasar kearah yang lebih tinggi, dengan enam
tahapan sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
(Knowledge) ialah kemampuan untuk menghapal, mengingat atau mengulang informasi
yang telah diberikan.
2.
Pemahaman
(comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi
dengan bahasa sendiri.
3.
Aplikasi
(application) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada
situasi baru.
4.
Analisis
(analysis) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai
bagian-bagian serta hubungannya.
5.
Sintesis
(synthesis) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna membentuk satu
pola pemikiran yang baru.
6.
Evaluasi
(evaluation) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan criteria yang telah
ditetapkan.
Melihat teori belajar Bloom diatas,
teori belajar Bloom adalah teori belajar yang membahas unsur dalam jiwa manusia
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan mengambangkan taksonomi belajar,
teori belajar Bloom adalah taksonomi yang paling banyak di pakai dalam dunia
pendidikan saat ini.
Setiap
harinya diberbagai sudut jalan di kota ini, sejumlah anak-nak jalnan yang
mengemis di trotoar jalan maupun dari warung kewarung, doyan menggunakan lem
untuk mabuk-mabukan.
Bahkan mereka menggunakan lem dengan cara menghisap melalui hidung ini dilkukan secara terang-terangan. Bahkan kerap jadi tontonan. Merekapun tanpa rasa takut lem yang dimasukkan dalm kantongan plastik dihisap secara bergantian.
Ramli (samaran), anak yang berusia 11 tahun inipun mengakui, jika ia menghisap lem akan menimbulkan rasa mabuk dan membuat dirinya giat menjalankan profesinya sebagai pengemis kecil.
"Saya menikmati isapan lem ini. Kami bisa mabuk dan tidak merasa malu meminta-minta sat usai menggunakaan lem itu," ucap Ramli dengan dialeg Bahasa Makassar, saat dimintai komentar, Senin (26/3).
Hal senada juga diakui Aco (12), kawan seprofesinya, bahwa setiap harinya ia harus merogoh isi kantong Rp3 ribu hingga Rp5 ribu untuk membeli lem besi maupun lem kertas berbagai merek di toko-toko bngunan.
Melihat fenomena ini, sejumlah warga mengharapkan kepedulian masyarakat maupun pemerintah untuk bisa mengantisipasi kebiasaan anak-anak jalanan ini, demi kesehatan terlebih masa depan mereka. Dan tidak menutup kemungkinan, akan berdampak pada anak-anak kita. (Zul)
Bahkan mereka menggunakan lem dengan cara menghisap melalui hidung ini dilkukan secara terang-terangan. Bahkan kerap jadi tontonan. Merekapun tanpa rasa takut lem yang dimasukkan dalm kantongan plastik dihisap secara bergantian.
Ramli (samaran), anak yang berusia 11 tahun inipun mengakui, jika ia menghisap lem akan menimbulkan rasa mabuk dan membuat dirinya giat menjalankan profesinya sebagai pengemis kecil.
"Saya menikmati isapan lem ini. Kami bisa mabuk dan tidak merasa malu meminta-minta sat usai menggunakaan lem itu," ucap Ramli dengan dialeg Bahasa Makassar, saat dimintai komentar, Senin (26/3).
Hal senada juga diakui Aco (12), kawan seprofesinya, bahwa setiap harinya ia harus merogoh isi kantong Rp3 ribu hingga Rp5 ribu untuk membeli lem besi maupun lem kertas berbagai merek di toko-toko bngunan.
Melihat fenomena ini, sejumlah warga mengharapkan kepedulian masyarakat maupun pemerintah untuk bisa mengantisipasi kebiasaan anak-anak jalanan ini, demi kesehatan terlebih masa depan mereka. Dan tidak menutup kemungkinan, akan berdampak pada anak-anak kita. (Zul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar