Laman

Senin, 10 Juni 2013

Metaetika


E T I K A
 
      I.        DEFINISI ETIKA
            Etika adalah salah satu cabang dari Ilmu Filsafat yang bertitik tolak dari masalah nilai (value) dan moral manusia yang berkenaan dengan tindakan manusia. Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni ethos yang artinya cara bertindak, adat, tempat tinggal, kebiasaan. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos yang berarti sama dengan etika. Istilah etika dipakai oleh Aristoteles (384 – 322 SM) untuk menunjukkan pengertian tentang filsafat moral.
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1993), etika adalah ilmu mengenai apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban (ahlak). Dalam KBBI dibedakan pula antara etika, etik dan etiket. Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak (nilai benar dan salah yang dianut masyarakat/golongan), misalnya kode etik dokter, dll. Etiket adalah tatacara (adat, sopan santun, dll.) di masyarakat dalam memelihara hubungan yang baik sesama manusia. Etiket juga dikenal sebagai label atau penamaan sesuatu yang dituliskan pada secarik kertas dan dilekatkan pada benda (botol, kaleng, dll.). Dari ketiganya, yang berhubungan erat dengan nilai dan moral adalah etika dan etik. Etika sering disebut sebagai filsafat moral, sedangkan etik tidak berkaitan dengan moral.
            Secara filosofis, etika merupakan bagian dari ilmu filsafat yang mempelajari berbagai nilai (value) yang diarahkan pada perbuatan manusia, khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari hasil tindakannya. Dalam berbuat baik, manusia memerlukan pertimbangan yang bersifat rasional. Pertimbangan rasional artinya mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk berbuat baik atau melakukan tindakan secara jernih, tanpa dilandasi dengan sikap emosional yang berlebihan. Mempelajari etika harus dilandasi dengan pendekatan rasional dan kritis, agar etika itu dapat diterapkan pada tindakan keseharian seseorang.
            Etika sebagai filsafat moral berarti melakukan perenungan secara mendalam mengenai berbagai ajaran moral (kebaikan) secara kritis. Namun harus dibedakan antara etika dan moral. Etika mempelajari berbagai ajaran moral secara kritis dan logis. Sedangkan moral adalah nasihat-nasihat yang berupa ajaran-ajaran pada adat istiadat suatu masyarakat/golongan/agama. Moral bersifat aplikatif mengenai tindakan manusia yang baik dan buruk.
            Pokok bahasan yang sangat khusus pada etika adalah sikap kritis manusia dalam menerapkan ajaran-ajaran moral terhadap perilaku manusia yang bertanggung jawab. Ajaran-ajaran tersebut sangat menentukan bagaimana moral manusia itu “dibina” baik melalui pendidikan formal maupun non formal.


    II.        ETIKA NORMATIF DAN ETIKA TERAPAN
            Dalam perkembangannya etika terbagi atas etika deskriptif, etika normatif dan metaetika.
1.    Etika Deskriptif
            Etika deskriptif memberikan gambaran tingkah laku moral dalam arti luas, seperti norma dan aturan yang berbeda dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam kurun atau periode tertentu. Norma dan aturan tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau kelompok tertentu. Ajaran tersebut lazim diajarkan para pemuka masyarakat dari kebudayaan atau kelompok tersebut.
Contoh:
Masyarakat Jawa mengajarkan tatakrama terhadap orang yang lebih tua dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus sebagai ajaran yang harus diterima. Bila tidak dilakukakan, masyarakat menganggapnya aneh atau bukan orang Jawa.

2.    Etika Normatif
            Etika normatif mempelajari studi atau kasus yang berkaitan dengan masalah moral. Etika normatif mengkaji rumusan secara rasional mengenai prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab yang dapat digunakan oleh manusia. Dalam etika normatif yang paling menonjol adalah penilaian mengenai norma-norma. Penilaian ini sangat menentukan perilaku manusia yang baik dan buruk.
            Etika normatif terbagi atas dua kajian yakni etika yang bersifat umum dan khusus. Etika normatif umum mengkaji norma etis/moral, hak dan kewajiban, dan hati nurani. Sedangkan etika normatif khusus menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum pada perilaku manusia yang khusus, misalnya etika keluarga, etika profesi (etika kedokteran, etika perbankan, etika bisnis, dll.), etika politik, dll.

3.    Metaetika
            Metaetika adalah kajian etika yang membahas tentang ucapan-ucapan ataupun kaidah-kaidah bahasa aspek moralitas, khususnya berkaitan dengan bahasa etis (bahasa yang digunakan dalam bidang moral). Kebahasaan seseorang dapat menimbulkan penilaian etis terhadap ucapan mengenai yang baik, buruk dan kaidah logika.
Contoh:
Bahasa iklan yang berlebihan dan menyesatkan, seperti pada tayangan iklan obat yang menganjurkan meminum obat tersebut agar sembuh dan sehat kembali. Ketika orang mulai mengkritik iklan tersebut, maka dimunculkanlah ucapan etis: “jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seolah dihadirkan oleh sekelompok produsen untuk disampaikan kepada masyarakat agar lebih bijak dalam meminum obat tersebut.

4.    Etika Terapan
            Etika terapan adalah studi etika yang menitikberatkan pada aspek aplikatif atas dasar teori etika atau norma yang ada. Etika terapan muncul karena perkembangan pesat etika dan kemajuan ilmu lainnya. Etika terapan bersifat praktis karena memperlihatkan sisi kegunaan dari penerapan teori dan norma etika pada perilaku manusia.
Contoh:
Etika terapan yang menyoroti permasalahan iklim dan lingkungan menghasilkan kajian mengenai etika lingkungan hidup.

a)    Pengertian Etika Profesi
            Etika profesi adalah etika yang berkaitan dengan profesi manusia atau etika yang diterapkan dalam dunia kerja manusia. Di dalam dunia kerjanya, manusia membutuhkan pegangan, berbagai pertimbangan moral dan sikap yang bijak. Secara khusus, etika profesi membahas masalah etis yang berkaitan dengan profesi tertentu. Misalnya, etika dokter (kedokteran), etika pustakawan (perpustakaan), etika humas (kehumasan), dll.
            Profesi berasal dari bahasa Latin: professues yang berarti suatu kegiatan manusia atau pekerjaan manusia yang dikaitkan dengan sumpah suci. Pengertian lain mengartikan sebagai perbuatan seseorang yang dilakukan untuk memperoleh nilai komersial. Ada pula yang mengartikan etika profesi sebagai komunitas moral yaitu adanya cita-cita dan nilai bersama yang dimiliki seseorang ketika ia berada dan bersama-sama dengan teman sejawat dalam dunia kerjanya.
            Seorang profesional dituntut memiliki keahlian yang diperolehnya secara formal melalui pendidikan tinggi. Perolehan keahlian secara formal sangat penting ketika seorang profesional bersumpah atas dasar profesi tertentu, seperti dokter, pengacara, dll. Dengan profesinya tersebut, seorang profesional berhadapan dengan pemakai jasanya. Sehingga ia mendapatkan kompensasi atau pembayaran atas jasa yang diberikannya. Hubungan antara pemberi jasa (profesional) dan penerima jasa terkait dengan kontrak atau perjanjian yang disepakati bersama. Dalam hubungan ini terdapat beberapa aspek moral dan pertimbangan-pertimbangan etis yang menjadi dasar menjaga kepercayaan diantara keduanya.
            Segala bentuk pelayanan harus mempunyai aspek pro bono publico (segala bentuk pelayanan untuk kebaikan umum). Untuk kebaikan umum mempunyai aspek ganda, yakni:
·         Aspek pro lucro, yaitu demi keuntungan maka pelayanan itu diberikan kepada klien (komersial).
·         Aspek pro bono, yaitu demi kebaikan si klien maka pelayanan diberikan si profesional tidak semata-mata karena pembayaran. Aspek ini memunculkan profesi luhur seperti tenaga medis, tenaga pengajar, rohaniwan, dll.
Etika profesi berhubungan erat dengan kode etik profesi. Kode etik profesi merupakan akibat hadirnya etika profesi. Kode etik profesi merupakan aturan atau norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Didalam norma tersebut terdapat beberapa persyaratan yang bersifat etis dan harus ditaati oleh pemilik profesi. Misalnya kode etik dokter, kode etik pustakawan, dll. Kode etik tertua dimunculkan oleh Hippocrates, bapak Ilmu Kedokteran di abad ke-5 SM yang terkenal dengan “Sumpah Hippocrates”.   Refleksi muncul pada kode etik profesi, dan itu berarti kode etik profesi dapat diubah atau diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang ada. Perubahan kode etik tidak mengurangi nilai etis atau nilai moral yang telah ada, tetapi justru memberi nilai tambah bagi kode etik profesi itu sendiri. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapat sanksi dari kelompoknya. Tujuan sanksi adalah untuk menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab moral ditegakkan di dalam dunia kerjanya.



b)    Etika Profesi sebagai Ilmu Praktis dan Ilmu Terapan
            Etika profesi sebagai ilmu praktis memiliki sifat mementingkan tujuan perbuatan dan kegunaannya, baik kegunaan secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis. Secara pragmatis, berarti melihat kegunaan itu memiliki makna bagi seorang profesional melalui tindakan yang positif berupa pelayanan kepada klien. Secara utilitaristis akan sangat bermanfaat bila menghasilkan perbuatan yang baik.
Contoh:
Seorang arsitek mendapatkan kebahagiaan apabila desainnya dipakai oleh klien dan memberikan kepuasan pada klien tersebut juga orang sekitarnya atas desain rumahnya.
            Sedangkan secara deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik bila disertai kehendak yang baik. Kegunaan ini tidak hanya memiliki unsur kehendak tetapi juga kewajiban yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Contoh:
Pelayanan Rumah Sakit X akan dinilai baik dan berguna bagi masyarakat umum, bila para tenaga medisnya memiliki kehendak baik dalam bertugas.

c)    Metode atau Pendekatan Etika Profesi
            Dalam mempelajari etika profesi, metode yang dipakai adalah metode kritis refleksif, dialogis. Metode ini dipakai oleh seorang profesional dalam menilai perilaku kerja terhadap bidang pekerjaan tertentu. Orang perlu merenungkan secara kritis dan mendialogkan apa yang telah dikerjakannya baik saat itu maupun yang akan datang. Metode ini bertujuan agar seorang profesional dapat bekerja dengan sebaik mungkin sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.

d)    Peran Etika Profesi dalam Ilmu-ilmu Lainnya
            Etika profesi dapat diberlakukan pada:
1)    Individu-individu yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu seperti dokter kepada pasiennya.
2)    Kelompok-kelompok tertentu yang memiliki profesi tertentu seperti asosiasi jurnalis kepada masyarakat pembacanya.
Peran etika profesi adalah:
1)    Sebagai “kompas” moral atau penunjuk jalan bagi profesional berdasarkan nilai-nilai etisnya, hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, kepercayaan, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan kepada klien.
2)    Sebagai “penjamin” kepercayaan masyarakat (klien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional.


   III.        Kaidah atau Norma Etika
            Berikut adalah kaidah atau norma etika/moral yang lazim dimunculkan pada etika normatif, yakni:
1.    Hati Nurani
       Hati nurani adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang berkaitan dengan tindakan nyata atau perilaku konkret manusia. Hati nurani dikendalikan oleh kesadaran manusia (akal budi). Kesadaran membuat manusia mampu mempertimbangkan tentang mana yang baik dan buruk baginya. Kesadaran itu merupakan kemampuan manusia untuk merefleksikan perbuatannya. Hati nurani terbagi atas dua bagian:
a.    Hati nurani retrospektif, yakni hati nurani yang menilai perilaku kita di masa lalu.
b.    Hati nurani prospektif, yakni hati nurani yang merencanakan perbuatan yang akan kita lakukan di masa datang.
2.    Kebebasan dan Tanggung Jawab
Kebebasan adalah salah satu unsur yang sangat hakiki dan manusiawi yang dimiliki oleh manusia. Manusia adalah mahluk sosial yang berarti manusia hidup bersama dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Maka kebebasan yang dimiliki manusia bukanlah kesewenangan, melainkan kebebasan yang secara hakiki terbatas oleh kenyataan  sebagai anggota masyarakat. Dengan pembatasan yang ada, maka kebebasan yang dimiliki harus diisi dengan sikap dan tindakan yang tepat. Penentuan sikap dan tindakan yang tepat ini adalah bentuk tanggung jawab individu. Terdapat hubungan yang erat antara kebebasan dengan tanggung jawab. Keputusan dan tindakan yang diambil seseorang harus dapat dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri.
3.    Nilai dan Norma
Nilai adalah suatu perangkat untuk melakukan penilaian tentang sesuatu. Dalam penilaian itu memunculkan hasil penilaian dari penilaian tersebut. Hasil penilaian dapat berupa positif maupun negatif. Positif dalam artian memuaskan, menguntungkan, menyenangkan, dll. Sedangkan negatif dapat berarti tidak memuaskan, namun dapat juga berarti kesalahan.
Setiap penilaian terhadap sesuatu selalu berkaitan dengan kaidah atau norma atau aturan yang mendasarinya. Norma selalu mempunyai kriteria untuk dipenuhi seseorang dalam menilai sesuatu. Norma sering dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu. Misalnya, norma benda, norma hukum, norma etiket, norma moral. Dari norma-norma yang ada, norma moral dianggap paling tinggi, karena memberikan kita berbagai pertimbangan secara rasional tentang apa yang menjadi tolok ukur ketika seseorang melakukan perbuatan tertentu. Oleh karena itu pertimbangan yang bersifat rasional sangat menentukan kualitas atau mutu dari tindakan seseorang.
4.    Hak dan Kewajiban
Hak adalah elemen yang sangat manusiawi dimiliki oleh manusia. Hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Dengan mempunyai hak, orang dapat menuntut bahwa orang lain akan memenuhi dan menghormati hak itu. Bermacam jenis hak dapat memperjelas tentang hak yang berkaitan dengan moral.
a.    Hak legal, adalah hak yang didasarkan atas hukum dalam salah satu bentuk yang dimunculkan melalui UU, peraturan, dokumen resmi. Hak legal berfungsi dalam sistem hukum dan didasari oleh prinsip hukum.
b.    Hak khusus dan hak umum. Hak khusus adalah hak yang dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang. Hak tersebut timbul karena ada relasi khusus antata beberapa orang atau karena fungsi khusus yang dimiliki seseorang kepada orang lain. Misalnya orang tua mempunyai hak bahwa anaknya akan patuh kepadanya. Sedangkan hak umum adalah hak yang diberikan kepada seseorang karena ia adalah manusia, atau disebut juga Hak Asasi Manusia, misalnya hak untuk hidup.
c.    Hak individual dan hak sosial. Hak individual adalah hak yang dimiliki oleh individu terhadap negara atau suatu masyarakat. Hak individual dapat berupa kebebasan berpendapat, hak berserikat, hak beragama, dll. Hak individual sebenarnya memperjuangkan hak hati nurani masing-masing individu. Apabila hak individual diarahkan pada anggota masyarakat atau suatu kelompok kan memunculkan hak yang sifatnya sosial. Jadi hak sosial adalah hak yang diperoleh seseorang ketika ia sebagai anggota masyarakat berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Contoh hak sosial adalah hak atas pelayanan kesehatan, hak atas pendidikan, dll.
d.    Hak positif dan hak negatif. Hak positif akan terjadi bila seseorang berhak atas tindakan orang lain kepada orang itu. Misalnya orang yang tertabrak sepeda motor sehingga terjatuh dijalan berhak atas pertolongan orang lain. Hak negatif terjadi apabila seseorang bebas mendapatkan atau melakukan sesuatu. Misalnya ketika seseorang mendapatkan hak untuk berbicara di depan kelas atau mendapatkan pendidikan tinggi di luar negeri, dll. Dalam hak negatif terkandung maksud bahwa pihak lain atau orang lain tidak boleh menghalangi keinginan orang tersebut.
e.    Hak moral, adalah hak seseorang yang didasari atas prinsip atau peraturan etis dan oleh karenanya hak moral berada dalam sistem moral. Sistem moral adalah sistem yang memiliki beberapa elemen atau kaidah moral (hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, hak dan kewajiban) dan kaidah itu saling terjalin sedemikian rupa dan hasil sistem itu terwujud dalam tindakan dan perilaku baik atau berilaku buruk manusia. Contohnya, seorang dosen yang berhak menuntut mahasiswanya berlaku jujur dalam ujian.
Sedangkan kewajiban seseorang bergantung pada hak-hak yang diperolehnya. Setiap kewajiban yang harus dilakukan seseorang tidak selalu sama dengan orang lain. Semuanya bergantung pada bagaimana hak itu diperoleh. Misalnya, hak individual seseorang akan pendidikan tinggi, maka ia juga diwajibkan untuk melakukan kewajibannya yaitu membayar SPP secara tepat waktu. Kewajiban terbagi dalam dua hal, yakni:
a.    Kewajiban sempurna, adalah kewajiban yang berkaitan dengan hak orang lain, karena terdapat unsur keadilan.
b.    Kewajiban tidak sempurna, adalah kewajiban yang tidak ada unsur keadilannya, karena ia tidak terkait dengan hak orang lain.


IV. PENTINGNYA ETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN KEHIDUPAN ILMIAH
            Beberapa alasan mengapa perlunya etika saat ini:
1.    Pandangan moral yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai suku, kelompok, daerah dan agama yang berbeda dan yang hidup berdamp8ingan dalam suatu masyarakat dan negara.
2.    Modernisasi dan kemajuan teknologi membawa perubahan besar dalam struktur masyarakat yang akibatnya dapat bertentangan dengan pandangan-pandangan moral tradisional.
3.    Munculnya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan manusia dengan masing-masing ajarannya tentang kehidupan manusia.
Etika dapat membangkitkan kembali semangat hidup agar manusia dapat menjadi manusia yang baik dan bijaksana melalui eksistensi dan profesinya.
            Dalam bidang keilmuan, etika sangat penting karena pokok perhatiannya pada problem dan proses kerja keilmuan, sehingga memunculkan studi etika keilmuan. Etika keilmuan menyoroti aspek bagaimana peran seorang mahasiswa, ilmuwan dalam kegiatannya. Tanggung jawab mereka dipertaruhkan dalam proses kegiatan ilmiahnya. Pokok perhatian lain dalam etika keilmuan adalah masalah bebas nilai. Bebas nilai adalah suatu posisi atau keadaan dimana seseorang ilmuwan memiliki hak berupa kebebasannya untuk melakukan penelitian ilmiahnya. Mereka bebas meneliti apa saja sesuai dengan keinginan atau tujuan penelitiannya. Kebalikan bebas nilai adalah tidak bebas nilai, yakni adanya hambatan dari luar seperti norma agama, norma hukum, norma budaya yang muncul dalam proses penelitiannya. Norma-norma tersebut semacam “pagar” yang merintangi kebebasan seorang peneliti atas dasar tujuan dan kepentingan norma tersebut. Misalnya, pada kasus penelitian kloning untuk manusia.
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar